1/08/2013

Tersurat untuk malam

Tersurat untuk sebuah malam..
aku disini menyuratimu untuk masalah yang tak menentu
aku menyuratimu untuk sebuah perasaan yang tak berarah
sudikah engkau membujuk sang rembulan untuk mendengar keluhanku?
 
Tersurat untuk sebuah malam..
Esok pagi kan memancar
Matahari kan bersinar
burung berkicau tanda sedang bernyanyi, hidup atau mati
Tapi akankah sang rembulan kembali untuk mendengar keluhanku?

Tersurat untuk sebuah malam..
Aku mendengar jeritan malam beserta para penghuninya mengadu pada kegelapan
Sunyi, sendiri, menyepi juga sedih ataupun terlelah
Dunia sudah terlalu kejam pada mereka
Mampukah sang rembulan untuk mendengar keluhanku?

Tersurat untuk sebuah malam..
Mengertilah, aku takut akan hari esok
Embun pagi akan masuk ke paru-paru ini, membeku
aku tak bisa bernafas, mati tanpa hembusan
Mati pada sebuah ketidak-pastian
Dan untuk itu, maukah sang rembulan mendengar keluhanku?

Tersurat untuk sebuah malam..
ataukah hari esok adalah hari yang sama bagiku
hari dimana aku menghilang,  lenyap, dan sebuah beban bagi sesamaku
Membabi buta dan mengila seperti mereka
Mereka yang telah dilaknat, mendarah daging oleh rasa malasnya
Oh.. rembulan maukah kamu?

Tersurat untuk sebuah malam..
Malam itu tuhan berdialog: "Nikmat mana yang kau dustakan?"
 aku lalu berteriak. "Aku Pendusta ya Tuhan!!"
Rembulan, kau bukan tuhanku. Tuhanku selalu mendengarkan keluhanku...
-Samudra
8 Januari 2013

No comments:

Post a Comment